Kenapa Fiksi #2




Tulisan ini adalah kelanjutan dari postingan sebelumnya yang berjudul Kenapa Fiksi #1. Tapi dalam tulisan ini, aku tidak akan menggunakan dua karakter fiksiku, Nita dan Pram. Di sini hanya ada aku yang bercerita.

Entah bagaimana mulanya, tiba-tiba saja muncul dialog imajiner di kepalaku. Sebuah percakapan antara aku dan diriku tentang alasan menulis fiksi. Hmm…, mungkin agak aneh ya. Tapi biarkan aku berbagi sedikit saja penggalan dialog itu.

***

Aku : Kenapa sih kau senang sekali menulis cerita fiksi?

Diriku : Karena hanya tulisan jenis itu yang aku kuasai penggarapannya.

Aku : Tapi kau kan bisa belajar lagi untuk menulis jenis lainnya? Itu tidak akan sulit bagimu.

Diriku : Memang benar. Hanya saja, aku tidak tertarik. Bagiku, hanya dengan menulis fiksi, batinku bisa terpuaskan.

Aku : Ah, kau bohong. Kau hanya ingin menciptakan sebuah dunia baru yang sesuai denganmu.

Diriku : Hmm…, itu terserah aku. Toh tidak ada orang lain yang aku rugikan.

***

Dari kecil, sejak aku bisa membaca, aku sudah menyenangi cerita-cerita fiksi. Sewaktu SD bacaan favoritku adalah cerpen-cerpen di majalah Bobo dan serial Donal Bebek. Walaupun hanya membeli majalah bekas, aku tidak mempedulikannya. Bahkan aku bisa membacanya berulang-ulang tanpa merasa bosan sedikitpun.

Ketika masuk jenjang SMP, aku mulai berkenalan dengan serial Trio Detektif karya Alfred Hitchcook. Dan untuk memuaskan dahagaku, aku bergabung dengan sebuah persewaan komik yang kebetulan memiliki koleksi serial itu. Beranjak SMA, aku mulai menyentuh buku-buku karangan Agatha Christie. Karakter favoritku adalah Hercule Poirot. Menyenangkan sekali rasanya bisa ikut tenggelam dalam teka-teki yang diciptakan wanita hebat itu. Jujur saja, aku ingin menjadi seperti Agatha.

Dan setahun lalu, ketika aku ‘menemukan’ Kompasiana sebagai harta karun yang baru, aku merasa sangat beruntung. Kanal fiksi adalah kanal yang paling sering aku kunjungi. Aku banyak membaca karya-karya hebat dari teman-teman Kompasiana. Aku yakin, sebagian dari mereka menulis tanpa mempedulikan reward berupa materi, yang penting imajinasi dan buah pemikiran mereka bisa tersalurkan. Begitu pula denganku.

Sekali lagi, mungkin tulisan ini kurang bermanfaat. Tapi paling tidak, ini hasil karyaku sendiri.

Salam hangat.


0 comments:

Post a Comment