Sebagai editor di sebuah
penerbitan – juga ngerangkap jadi tukang review naskah temen-temen – saya sudah
cukup banyak membaca. Dan, macam-macam pula yang saya temukan sejak saya
nyemplung ke dunia fiksi. Mulai dari naskah kece nan seksi, sampe yang masuk
kategori sotoy. Tapi, kali ini yang dibahas bukan soal gimana caranya nulis
naskah kece nan seksi. Saya akan berbaik hati menganggap siapa pun yang membaca
artikel ini udah pada hebring nulis naskahnya. Naik satu tingkat lagi, ini soal
bagaimana basa-basi kalian ketika
menyodorkan naskah ke penerbit.
Pertama, pastikan alamat
surel penerbitnya nggak ketuker sama alamat surel pacar kalian ya. Kan bisa
malu sampe ke ubun-ubun kalo beneran ketuker hihihi…
Kedua, salam pembuka.
Ini cukup penting lho. Kalian nggak mungkin nyelonong gitu aja kalo masuk ke
rumah orang lain, kan?! Apalagi sambil bawa-bawa granat (read: naskah). Oh, no!
Salam pembuka yang lazim
dipakai, antara lain:
1.
Salam Hormat
2.
Dear Publisher ABC
3.
Yang terhormat admin Publisher ABC
Contoh: Dear Jentera
Pustaka
Ketiga, kemukakan tujuan
kalian mengirim surel. Tentunya dalam rangka menawarkan naskah kalian untuk
diterbitkan. Maka, gunakanlah kalimat-kalimat yang tidak berkesan memerintah.
Contoh: Bersama surel ini, saya mengirimkan naskah
untuk diterbitkan di Jentera Pustaka dalam bentuk buku cetak dan e-book. Naskah
yang saya ajukan berjudul “Our Moments”, merupakan novel yang diperuntukkan
bagi pembaca dewasa muda. File terlampir.
Keempat,
sertakan pula sinopsis dan narasi singkat mengenai keunggulan naskah. Sinopsis
amat penting. Sebab, reviewer tidak mungkin langsung membaca naskah kalian yang
panjangnya bisa nyaingin jembatan suramadu (eeaaa…). Reviewer pasti akan
membaca lebih dulu sinopsisnya agar tahu naskah macam apa yang ada di tangannya
saat itu. Sinopsis lazimnya tidak lebih dari dua halaman. Dari situ, biasanya
reviewer sudah bisa menilai apakah naskah tersebut layak terbit atau tidak.
Sinopsis bisa ditulis di file yang berbeda dengan naskah.
Jika
reviewer sudah terpikat dengan sinopsis kalian, maka yang poin berikutnya yang
menentukan adalah narasi keunggulan naskah. Nggak perlu panjang-panjang.
Beberapa paragraf pun cukup. Kenapa narasi ini penting? Bukannya nggak mungkin
dua otak yang berbeda memiliki ide cerita yang sama. Mungkin sudah ribuan novel
bercerita soal kasih tak sampai, atau cinta segitiga, atau tentang perjuangan
seorang perantau. Tapi kenapa para penerbit itu masih juga tertarik untuk
mencetaknya? Itu karena tiap naskah memiliki cara memasak yang berbeda, mungkin
juga racikan bumbu yang berbeda, sehingga menghasilkan rasa yang berbeda ketika
dinikmati. Di narasi inilah kalian bisa membeberkan bumbu rahasia kalian. Kalo
kalian nggak bisa menunjukkan kelebihan naskah kalian dibanding yang lain,
reviewer bakal menganggap naskah kalian pasaran. Atau yang paling parah, bakal
dianggap naskah hasil nyontek. Kalau reviewer-nya lagi baik hati, kemungkinan naskah
kalian akan masuk daftar antrian untuk dibaca, berharap bahwa sebenarnya naskah
kalian unik cuma kalian nggak tau how to sell it.
Kelima, kalimat penutup.
Kalo ada pembuka, pastikan pula ada penutup. Di bagian ini, plisss, be a humble
person as far as you can do. Sebab, kalianlah yang sangat berharap naskah
kalian diterbitkan. Tapi, ungkapkanlah dengan cara yang elegan (tsaahhh…)
Contoh: Besar harapan saya, naskah tersebut dapat
diterbitkan oleh Jentera Pustaka. Terima kasih.
Contoh-contoh
di atas bukan merupakan harga mati. Kalian bisa memodifikasinya sesuai
kebutuhan tanpa mengurangi kerendahan hati kalian. Sebab, terkadang, basa-basi
pada surel bisa membuat naskah kalian dilirik, atau tidak sama sekali dan
langsung masuk tempat sampah. Yang digituin sih biasanya yang suka ngirim
naskah tanpa menyertakan surat pengantar dokter hihihi…
So,
selamat mencoba :)))