Blue Dragonfly - Chapter Four



Chapter Four – Aku Masih Milikmu? Atau Kau Masih Milikku?

kisah sebelumnya Chapter Three

Tiga orang ini masih terdiam di tempat yang sama. Kirana, Aldo, dan Femi. Tidak ada satupun di antara mereka yang berani memulai pembicaraan lebih dulu. Beberapa pertanyaan, atau mungkin malah ratusan pertanyaan, berkelebat di otak masing-masing.

“Ran.” Akhirnya Femi memecah kesunyian. “Aku pulang dulu ya. Udah sore nih.”

Femi masuk kembali dan mengambil tasnya. Sementara itu, Kirana tidak menanggapi perkataan Femi. Otaknya masih sibuk mencerna situasi yag terjadi saat ini. Femi sempat berhenti sebentar dan memandang Aldo. Raut wajah Femi menandakan penyesalan dan kekecewaan. Entah perasaan itu ditujukan kepada siapa. Lalu Femi beranjak menuju mobil dan pergi meninggalkan rumah Kirana.

“Boleh aku duduk?” tanya Aldo.

Kirana terkejut, tapi cepat menguasai diri kembali. “Silahkan,” jawab Kirana.

Mereka berdua duduk di bangku panjang yang ada di teras. Mulanya ada jarak di antara posisi mereka. Tapi Aldo mendekat dan duduk tepat di samping Kirana.

Kirana resah. Ia ingin bersikap tegas, tapi ternyata sulit untuk dilakukan. Apalagi aroma parfum dari tubuh Aldo mulai tercium oleh Kirana. Tentu saja hal itu membangkitkan kembali segala hal yang telah Kirana kubur selama setahun lebih.

“Apa kabarmu, Ran?” tanya Aldo sambil meraih jemari Kirana.

Kirana langsung melepaskan tangannya dari genggaman Aldo. “Mau apa kamu datang kemari?” Bukannya menjawab pertanyaan Aldo, Kirana malah balik bertanya.

Aldo kaget, tapi tidak marah. Ia malah tersenyum kepada Kirana.

Masih senyum yang sama, pikir Kirana.

“Aku tahu, kamu pasti kaget dengan kedatanganku. Tadinya aku sempat gak yakin kalau kamu masih tinggal di sini. Makanya aku gak langsung ke sini setelah sampai di Jakarta. Aku cari info ke temen-temen tentang keberadaanmu. Sampai akhirnya kemarin, aku dapat info dari Femi.”

“Femi?” tanya Kirana heran. “Jadi Femi tahu kalau kamu ke sini? Pantas saja dia tanya yang aneh-aneh. Dan sekarang dia malah kabur.”

Kirana bangkit dari bangku dan masuk ke dalam rumah. Ketika hendak menutup pintu, Aldo menahan daun pintu tersebut.

“Ran, aku mohon. Beri aku kesempatan untuk berbicara,” pinta Aldo. “Aku tidak mau kesalapahaman ini terus berlanjut.”

Kirana berpikir sejenak, lalu dia mengalah. Dia membukakan pintu untuk Aldo.

“Itu bukan salah Femi. Aku yang memaksa dia untuk memberi informasi tentang kamu. Awalnya Femi juga melarangku untuk bertemu kamu. Femi bilang, hidupmu sudah cukup tenang.”

“Ya, Femi memang benar. Hidupku memang sudah tenang sejak setahun terakhir ini. Hidupku sudah tenang sampai dua minggu lalu aku mengetahui kepulanganmu. Dan sekarang? Kamu merusaknya.”

Tiba-tiba Aldo memeluk Kirana. Kirana terkejut dan berusaha melepaskan diri dari Aldo. Tapi lagi-lagi, ada satu bagian kecil dari di ruang hatinya yang membiarkan hal itu terjadi. Kirana tahu, ia rindu pelukan itu.

“Kamu tidak tahu, bagaimana sulitnya memendam rasa ini. Selama hampir dua tahun aku berjuang menekan egoku, agar aku bisa menyelesaikan kewajibanku di sana. Egoku selalu menginginkan kamu ada di sisiku. Tanpa terlewat satu detik pun. Aku masih mencintaimu. Kau masih kekasihku.”

Kirana sudah terbuai dengan pelukan dan kata-kata Aldo. Tapi kalimat terakhir menyadarkan Kirana. Ia lalu melepaskan diri dari pelukan Aldo.

“Aku masih milikmu?” tanya Kirana. “Atau kau masih milikku? Aku rasa dua pertanyaan itu tidak ada artinya buatku saat ini. Tetap saja aku merasa sakit. Aku tahu, kamu di sana mengejar impianmu. Tapi apa sulitnya untuk tetap berkomunikasi? Dan kamu tega membiarkan aku memikirkan hal yang bukan-bukan. Kamu tega membiarkan aku mengira bahwa kamu sudah tidak menginginkan aku lagi.”

Aldo tidak berkata apa-apa lagi. Dipandangi wajah Kirana yang telah basah oleh air mata. Dia hanya ingin menghapus air mata itu. Menghapus segala kesedihan dan prasangka buruk di hati Kirana.

“Ijinkan aku memelukmu lagi, Ran.”

“Tidak perlu. Lebih baik sekarang kamu pulang dan jangan kemari lagi.”

“Ijinkan aku memelukmu, Ran,” ulang Aldo.

“Untuk apa? Supaya kamu bisa menyakitiku sekali lagi?”

“Supaya aku yakin sekali lagi, bahwa aku sudah memilih orang yang tepat. Supaya aku bisa merasakan detak jantungmu. Supaya aku bisa memberikan kehangatan bagi calon ibu dari anak-anakku kelak. Supaya aku bisa merasakan cintamu lagi saat ini, esok hari, dan selamanya, sampai aku mati. Apa itu masih kurang untukmu?”

Jawaban Aldo membuat Kirana merasa lemas. Keseimbangan tubuhnya mulai goyah dan pandangannya mulai kabur. Semua berubah menjadi putih di mata Kirana dan sedetik kemudian, semuanya menjadi gelap. Kirana pingsan.

(bersambung)

Chapter Five

sumber gambar

artikel bisa juga dilihat di sini

0 comments:

Post a Comment