
Puisiku, puisimu.
Puisi merah muda, puisi biru langit.
Puisi arum manis, puisi kopi pahit.
Puisi melati, puisi kesturi.
Ah, di mana kita akan menuliskannya, Sayang?
Di kertas, dengan pena bulu angsa dan tinta bercampur prada Bali?
Di daun lontar, supaya membumi dan terkesan ‘selamanya’?
Di atas kanvas, dengan kuas terlembut sejagad?
Kayu apa yang cocok untuk membingkainya?
Cendanakah, yang aromanya semerbak?
Jatikah,...