
Namanya
Dez. Bukan nama sebenarnya, tetapi begitulah ia dipanggil oleh teman-temannya.
Aku
mengenalnya sejak dua tahun lalu ketika aku tak sengaja menonton sajian musik
akustik di pelataran mal. Aku waktu itu sedang duduk di salah satu bangku kedai
kopi, sendirian, menghadap laptop dengan setumpuk tenggat yang harus
dituntaskan. Di antara lalu lintas tanganku dari laptop, ponsel, botol air
mineral, juga gelas kopi kedua, telingaku menangkap...