Beberapa hari terakhir, saya lagi kumat jahilnya.
Paling enggak, udah dua kali saya aplot screenshot dari naskah-naskah yang
typo. Kesalahan mereka nggak cuma kesalahan biasa kayak seputar salah ngetik kata
atau salah membedakan ‘di’ sebagai kata depan dan ‘di’ sebagai awalan.
Kesalahan mereka cukup fatal dan bikin jempol saya gatel buat aplot di sosmed.
(penasaran ya typo-nya apaan? hihihi… liat aja di akun sosmed saya)
Komentar yang nongol pun beragam, mulai dari ketawa
miris sampai ngakak kejang. Bahkan ada teman yang ngatain saya terkena sindrom.
Entah sindrom apa yang dia maksud. Dan, ada juga ngasi komen dengan sebuah
pertanyaan, “Ini kalo yang punya naskah tau usahanya dipamer-pamerin gimana
rasanya ya?”
Dari situ saya langsung ngerasa kayak ditimpuk cireng
sebaskom dan bikin saya jadi mikir keras. Iya yah, kok saya jahat banget
ngaplot potongan naskah mereka tanpa izin, meskipun saya nggak mencantumkan
nama penulisnya.
Tapi saya nggak nyesel ngaplot typo mereka. Jahat,
memang, tapi saya punya maksud di balik tindakan itu. Saya berharap mereka tidak
mengulangi kesalahan yang sama sebelum mengirimkan naskah ke penerbit. Itu
berlaku untuk si pemilik naskah dan juga para penulis pemula yang sedang
berjuang mengantarkan naskah mereka menuju kesuksesan.
Yah, sebenarnya bisa aja sih saya langsung ngasi tau
penulisnya soal typo itu, plus ngasi tips n trick biar nggak melakukan
kesalahan yang sama. Tapi, mungkin ilmu itu hanya akan dinikmati oleh satu
orang. Atau paling banter ya cuma beberapa orang aja kalo kebetulan si penulis
meneruskan ilmu tersebut ke teman-teman terdekatnya. Padahal pengennya ya semua
penulis pemula bisa mendapat ilmu itu.
Makanya beberapa hari lalu saya posting soal Self Editing. Artikel itu saya buat
gara-gara saya gregetan. Sekian kali saya ngereview naskah yang masuk ke JP,
selalu saja menemukan kesalahan yang sama. Saya jadi sampe kepikiran kalo
mereka ini ngirim naskah begitu mereka selesai ngetik kata ‘THE END’ atau
‘TAMAT’.
Sekarang, kita akan bergerak satu langkah lebih jauh
lagi, ke titik di mana kita membutuhkan First Reader.
Apa sih first reader itu?
First reader adalah pembaca pertama naskah mentah
kita. Kenapa disebut mentah? First reader ini jadi semacam perwakilan calon konsumen
buku kita. Merekalah yang pertama kali akan menemukan kesalahan-kesalahan yang
nggak tertangkap mata kita. Mereka mungkin juga akan memberi masukan untuk
naskah kita, dan masukan itu bisa aja nggak pernah kepikiran di otak kita tapi
ternyata efeknya dahsyat. Kritikan mereka akan membuat naskah mentah kita
menjadi naskah setengah matang. Kita mungkin perlu mengulangi proses itu sekali
lagi untuk membuat naskah kita benar-benar matang dan siap dikirim ke penerbit
atau ke sebuah kompetisi menulis.
First reader bisa siapa saja. Yang penting kita tau
mereka bisa ngasi pendapat yang objektif. Kalau jelek, ya katakan jelek. Kalau
bagus, ya katakan bagus. Mudahnya, kita bisa sodorin naskah mentah itu ke temen
yang hobi banget baca novel. Jadi, karena si temen ini udah biasa baca karya
penulis yang udah punya nama, maka
dia bisa ngasi perbandingan. Tapi bukan berarti niat nyuruh kita buat ngikutin
penulis lain lho yak. Maksudnya, karena si teman ini sudah terbiasa membaca
yang baik, maka dia akan dengan
mudahnya menemukan yang tidak baik di
naskah kita.
Kita boleh kok berdebat dengan first reader kita.
Sebab, kita nggak perlu serta-merta nurutin semua sarannya. Mungkin si teman
ini menemukan sesuatu yang janggal pada naskah kita dan menyarankan kita untuk
mengubahnya. Tapi di sisi lain, kita memang sengaja membuat kejanggalan itu
dengan sebuah tujuan. Ya bisa aja kan, karena kita niat bikin trilogi, jadi
kita menyisipkan kejanggalan tersebut di buku pertama untuk nanti dipecahkan di
buku kedua atau ketiga.
Apakah first reader hanya boleh satu orang? Enggak
kok. Boleh berapa aja, terserah si penulis. Semakin banyak first reader,
semakin banyak pula kemungkinan saran yang kita terima. Tapi ya jangan
terlampau banyak. Yang penting mereka bisa dipercaya. Sebab, dari merekalah
kita mungkin akan menemukan beberapa alternatif cemerlang untuk naskah kita.
Sahabat sekaligus temen berantem saya, Citra Rizcha Maya, selalu mengirimkan
naskah mentahnya ke saya sebelum dia mengirimkannya ke panitia lomba menulis
(waktu itu dia lagi gila lomba hihihi…). Dia selalu minta saya untuk ngasi
kripik pedes buat naskahnya. Yang terakhir, baru aja dia lakukan minggu lalu.
Padahal, dia bukan pemain baru di jagad pernovelan. Dia sudah menerbitkan tiga
buku tunggal dan ikut beberapa antologi cerpen. Tapi, dia tetap merasa perlu
menyodorkan naskah mentahnya untuk dibantai first reader. Kenapa? Ya jelas
tujuannya untuk meminimalkan jumlah kesalahan yang terjadi. Jadi nanti si
reviewer di penerbitan nggak langsung men-skip naskahnya.
So, gimana? Udah nemu siapa aja yang bakal kalian
todong untuk jadi first reader? Jangan sampe naskah kalian nanti jadi korban
keisengan editor bawel macam saya lho hihihi….
Em...manfaat kakak artikelnya...
ReplyDeleteTerima kasih, Mbak Cinta :)))
DeleteAku mau dong kakak jadi first reader's ku hiks.. 😃
ReplyDeletehahaha... boleh, boleh.
Deletetapi, sebelum masuk meja saya, coba ke temen2 kamu dulu. siapa tau mereka punya masukan bagus buat kamu.
terima kasih sudah mampir :)
Betway Casino, Las Vegas, NV | Mapyro
ReplyDeleteFind the best 밀양 출장샵 odds & lines for Betway Casino, 공주 출장안마 Las Vegas. 동두천 출장안마 Mapyro features a 김천 출장샵 map showing Betway 대구광역 출장샵 Casino, Las Vegas, Nevada.