Pertemuan
sebelumnya kita sudah membahas poin apa saja yang perlu dipercantik dalam
naskah, khususnya novel. Kali ini kita akan membahas lebih detail soal
pemakaian waktu. Detail yang satu ini erat kaitannya dengan pembentukan konflik
dalam kisah yang kalian tulis.
Dalam
banyak cerita yang mungkin pernah kalian baca, tentu kalian mendapati
tokoh(-tokoh) di sana sedang melakukan perjalanan. Bisa dengan berjalan kaki,
bersepeda, menumpang mobil teman, atau dengan angkutan umum. Untuk tiga jenis
aktivitas yang saya sebut pertama, tidak masalah jika kalian memakai sembarang
waktu, asal memang sesuai dengan kebutuhan. Misal, menumpang mobil teman
setelah menghadiri sebuah undangan pesta yang kebetulan baru selesai lewat
tengah malam. Atau, bersepeda menuju tempat kerja selepas subuh sebab jarak
tempuhnya sepuluh kilometer. Si tokoh memang harus berangkat lebih awal jika
tidak ingin terlambat. Itu risiko. Sebab, ia hanya punya sepeda dan tidak punya
ongkos untuk naik angkutan umum seperti rekan-rekannya. Atau, si tokoh memilih
berjalan kaki ke tempat tujuan karena memang jaraknya dekat, hanya seratus lima
puluh meter, dan akan sangat merepotkan jika harus memakai kendaraan bermotor.
Bebas.
Sesuai kebutuhan.
Namun, lain
perkara jika si tokoh menumpang angkutan umum.
Untuk
angkutan kota/desa, kebanyakan memang tidak berjadwal tetap. Rasanya masih aman
untuk menulis semau kalian, meskipun rata-rata angkutan tersebut akan ngandang selepas pukul sembilan malam.
Nah, kalau si tokoh harus naik kereta api, bus malam antarkota antarprovinsi
(AKAP), atau pesawat, maka berhati-hatilah.
Kita bahas
kereta dulu, ya.
Kalau
kalian sudah biasa naik kereta, tentu paham bagaimana ritme pergerakan kereta.
Kalian mungkin bahkan hafal nama-nama kereta, jadwal keberangkatan, juga
kedatangannya. Tidak hanya itu, bagaimana suasana perjalanan pun rasanya sudah
seperti di luar kepala untuk dituliskan.
Tetapi,
bagi yang jarang, apalagi belum pernah naik kereta api, tentu akan menemui
kesulitan jika tidak melongok jadwal. Tenang saja. Situs resmi KAI dan banyak
agen perjalanan bisa dijadikan rujukan. Hanya saja, ya, kalian tetap harus berhati-hati
dalam memilih. Sama-sama trayek Jakarta-Surabaya, ada yang lewat Semarang
(jalur utara), ada juga yang lewat Yogyakarta (jalur selatan). Stasiun tujuan
di Surabaya pun berbeda. Kereta jalur utara berujung di Stasiun Pasar Turi,
sedangkan kereta jalur selatan berujung di Stasiun Surabaya Kota (terkenal pula
dengan sebutan Stasiun Semut). Kalau sampai tertukar, modyaaarrr kowe dilok-lokno bonek *eh
Lagi,
sama-sama trayek Surabaya-Ketapang/Banyuwangi, ada kereta pagi, ada pula kereta
malam. Boleh juga dari Ketapang dilanjut naik bus Damri ke Denpasar, supaya bisa
ketemu saya *hayyaaahhh
Sekarang
bus malam AKAP.
Bus-bus
malam rata-rata berangkat sore hari. Paling siang mungkin sekitar pukul dua.
Dan, sampai di tempat tujuan pun rata-rata pagi. Tetapi, di tengah perjalanan
tentu tidak ada yang bisa menduga. Kesempatan ini bisa kita pakai untuk
memunculkan konflik.
Kalau saja si tokoh tidak tertinggal bus malam…
Kalau saja si tokoh tidak terlambat sampai terminal…
Kalau saja si tokoh tidak terlambat memesan taksi
daring menuju terminal…
Kalau saja si tokoh tidak menerima telepon dari
seseorang yang menyebabkan ia terlambat memesan taksi…
Kalau saja sehari sebelumnya si tokoh bersedia bicara
dengan si penelepon…
Banyak yang
bisa digali dari hanya adegan
ketinggalan bus.
Bisa juga
begini:
Si tokoh
berharap bus malam tiba tepat waktu di kota tujuan sekitar pukul lima pagi,
sehingga ia bisa sarapan nasi rawon dulu, di warung langganan dekat terminal,
sebagaimana kebiasaannya jika berkunjung ke kota itu. Tetapi, sesuatu terjadi
di tengah perjalanan. Misal, macet parah belasan kilometer sehingga bus tiba di
kota tujuan ketika matahari sudah berada di puncak kepala, dan si tokoh tidak
kebagian nasi rawon. Padahal, nasi rawon itu merupakan pembangkit semangatnya
ketika harus bertemu dengan kerabat yang nasibnya kurang beruntung. Tidak ada
nasi rawon, tidak ada tambahan semangat, membuatnya memandang segala sesuatu
dengan sedikit berbeda.
Misal lagi,
bus tersebut mengalami kecelakaan. Tidak parah, tetapi membuat semua penumpang
harus dialihkan ke armada lain, sementara bus tersebut harus dibawa ke kantor
polisi. Di bus pengganti, ternyata si tokoh bertemu dengan orang baru, lawan
jenis, dan mereka terlibat percakapan. Lalu, jreeenggg, di imajinasi kalian terdengar
musik latar lagu berjudul Sephia
milik Sheila on 7.
Yang perlu
diperhatikan juga adalah suasana selama perjalanan dengan bus malam tersebut.
Apakah si
tokoh lebih sering terlelap? Kalau tidak, apa yang ia lakukan? Mendengarkan musik?
Bermain ponsel? Membaca? Atau sesederhana menatap ke luar jendela bus? Ketika melewati
daerah sepi, tentu tatapannya akan berbeda dengan saat bus melewati daerah
ramai seperti perkotaan. Pemandangan apa yang ia nikmati? Alun-alun kota? Deretan
pertokoan dan mal? Bagaimana suasana alun-alun kota ketika pukul dua dini hari?
Apakah sama dengan suasana pukul delapan malam? Berlaku juga untuk pertokoan
dan mal. Bisa jadi si tokoh melihat daerah pertokoan yang ternyata masih ramai
meskipun sudah pukul dua pagi.
Dari situ
bisa berkembang banyak sekali paragraf bagus yang akan memanjakan pembaca.
Nah,
giliran moda pesawat.
Kalian yang
pernah naik pesawat tentu paham bahwa moda yang satu ini terjadwal ketat. Maskapai
mewajibkan penumpang hadir di bandara paling tidak sembilan puluh menit sebelum
waktu keberangkatan. Para penumpang harus didata ulang, koper-koper harus
diberi nomor dan masuk bagasi, beberapa lansia yang butuh penanganan khusus,
ibu hamil yang harus melakukan pemeriksaan, dan banyak lagi poin yang harus
dilewati. Semuanya perlu waktu dan tidak bisa diburu-buru.
Selain waktu
keberangkatan, perhatikan pula waktu kedatangan, juga durasi transit jika
memang diperlukan. Kita tidak bisa seenak jidat. Jika memang pesawat tepat
waktu lepas landas dan mendarat pagi hari, jangan ditulis mendarat siang. Kecuali,
kalau diceritakan pesawat mengalami keterlambatan lepas landas.
Dari adegan
keterlambatan juga bisa dieksplorasi banyak detail untuk si tokoh. Kalau pesawat
tepat waktu, bagaimana reaksinya? Kalau pesawat terlambat tiba, apa saja yang
berubah pada rutinitasnya? Apakah yang terkena dampak hanya satu tokoh, atau
ada tokoh lain? Semua dapat memperkaya konflik sehingga cerita kalian tidak
jatuh membosankan.
Sama
seperti detail lain, kalian bisa memanfaatkan internet untuk memastikan jadwal
moda transportasi yang akan kalian gunakan dalam naskah. Jangan sampai kalian
dapat teguran sayang dari editor hanya gara-gara salah memasukkan detail waktu,
ya.
Selamat
menulis.
Salam
lemper, eh, cilok.
0 comments:
Post a Comment